Teknologi transmisi dan distribusi jaringan listrik hampir tidak mengalami perubahan selama 100 tahun. Sementara teknologi lain seperti media digital pribadi dan energi yang terdistribusi sudah sangat berkembang, dan perkembangan tersebut gagal diikuti oleh teknologi jaringan listrik.
Pada sisi transmisi, yang menjadi permasalahan adalah cukupkah transmisi yang ada untuk mengalirkan listrik yang bersumber dari energi terbarukan ke dalam jaringan transmisi dan distribusi. Karena banyak sumber energi terbarukan yang terletak di lokasi yang sangat jauh dari pusat beban.
Untuk saat ini, ada beberapa teknologi jaringan listrik yang bisa dipertimbangkan para pengembang jaringan, yaitu HVDC dan kabel berteknologi nano.
High VOltage Direct Current (HVDC), meski bukan merupakan konsep baru, tetapi di Amerika Serikat menjadi perhatian seiring dengan banyaknya energi listrik yang bersumber dari energi terbarukan yang harus dikirimkan kepada beban.
Teknologi lain yang sedang dikembangkan adalah kabel atau kawat yang digunakan untuk jaringan transmisi dan distribusi menggunakan teknologi nano. Dr. Wade Adams dari Richard E. Smalley Institute mengatakan, dalam teori, kabel berteknologi nano bisa mengalirkan arus hingga 100 juta ampere sepanjang ribuan kilometer tanpa banyak kehilangan efisiensinya, dan mempunyai berat hanya seperenam dari kabel jaringan listrik yang banyak digunakan saat ini serta sangat kuat, sehingga mereka tidak memerlukan struktur penyangga. Hanya saja teknologi ini masih 10 hingga 15 tahun dari komersialisasi. Kabel yang digunakan saat ini hanya bisa mengalirkan arus sebesar 2000 ampere sejauh ratusan kilometer, dengan 6% - 8% loses
Sektor distribusi menghadapi masalah yang lain lagi, meteran dan laju beban yang bisa timbul dengan adanya pembangkit-pembangkit listrik energi terbarukan skala kecil. Artinya, dibutuhkan sistem jaringan listrik yang ''cerdas''. Untuk mengatur dan mengendalikan listrik masuk ke dalamnya, peralatan pengatur interaktif, pengawasan jaringan, fasilitas penyimpanan energi dan sistem yang bisa memberikan respon adanya permintaan perlu diterapkan.
Mengupgrade infrastruktur transmisi dan distribusi tidak murah dan tidak bisa dapat dilakukan dalam waktu dekat. Menurut Electric Power Research Institute, think tank energi California, biaya yang diperlukan untuk upgrading jaringan dengan teknologi ''cerdas'' sebesar US$ 100 milyar. Penyedia listrik dan jaringan akan membayar mahal untuk upgrading tersebut, sama halnya dengan para pelanggannya yang akan membayar lebih mahal.
Tetapi, walau bagaimanapun, besarnya biaya yang dibutuhkan untuk upgrade sebanding dengan dampak ekonomi yang akan terjadi jika terjadi kegagalan jaringan listrik. Sebagai contoh, di tahun 2003 sebagian wilayah utara Amerika Serikat mengalami black out dan kerugian yang dialami sekitar US$ 6 milyar hanya untuk beberapa hari.